Objek Wisata Aia baba adalah objek wisata alam yang terletak di bagian Selatan Kota Payakumbuh terletak pada Kenagarian Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban, berudara sejuk karena terletak 670 m dari permukaan laut. Daya tarik yang dimilikinya adalah Panorama alam dengan air terjun yang tingginya 100 m dan ini digunakan untuk pemandian alam dalm beberapa Kolam Pancing. Aia Baba ini berjarak 28 Km dari Kota Payakumbuh dan Objek Wisata ini telah ramai dikunjungi oleh Wisatawan terutama pada hari Libur yang dapat ditempuh dengan Kendaran roda empat dan dua.

Objek wisata Air Terjun Sarasah Tanggo ini merupakan air terjun yang berlokasi di Kanagarian Sarilamak Jorong Taratak 3 Km dari simpang Sarilamak. Mengunjungi air terjun Sarasah Tanggo ini merupakan wisata yang sangat mengasyikan untuk sampai ke lokasi ini kita harus berjalan kaki 300 m, suasananya masih alami disekelilingnya terdapat hutan konservasi dan berbagai jenis satwa seperti burung dan hewan lainnya, sehingga dalam perjalanan yang bernuasa alami ini sambil mendengar kicauan burung, dari kejauhan tampak puncak air terjun dan tebing terjal dengan ketinggian lebih dari 100 M. Disamping itu kita juga dapat melihat berbagai aktifitas masyarakat seperti bertani, serta beternak ikan yang airnya berasal dari Sarasah Tanggo ditambah suasana yang sangat menyejukkan dengan hamparan sawah yang menghijau. Airnya tak pernah kering walapun di musim kemarau, meluncur jatuh melalui dinding batu yang berbentuk tanggo (tangga) deselingi sesekali siulan satwa-satwa kecil disekitarnya. Air Terjun Sarasah Tanggo sangat potensi dan mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun manca negara yang menginginkan “Back to Nature”

Tuanku Nan Garang, adalah salah satu tokoh Paderi yang taat dalam mengembangkan ajaran Islam di Luhak Lima Puluh Kota dan ditakuti oleh Belanda. Sewaktu Residen Sumatera Barat Mac.Gillavri mengunjungi Benteng Tendikir di Tanjung Alam, Tanah Datar pada tanggal 9 Oktober 1829, ia berkirim surat kepada Tuanku Nan Garang, yang intinya mengajak Tuanku Nan Garang dan pengikutnya bersatu dengan Belanda untuk menghadapi kaum Paderi.
Surat Residen dibalas oleh Tuanku Nan Garang menyatakan bahwa mereka tidak perlu diganggu dulu, karena rakyat Luhak Lima Puluah Kota dengan ajaran Islam telah hidup dengan aman dan tentram.
Pada Tanggal 17 dan 18 Oktober 1832 Belanda memperluas wilayahnya di Luhak Lima Puluh Koto , penyerangan suatu kampung dilereng Gunung Bungsu yaitu Koto Tangah Lubuak Batingkok rakyatnya dibawah pimpinan Tuanku Nan Garang masih belum mau menyerah kepada Belanda , sehingga terjadi pertempuran yang sengit di kaki Gunung Bungsu .
Pada tangal 19 Oktober 1832 dengan pasukan yang kuat Belanda menyerang Koto Tangah. Untuk merampungkan pertahanan Tuanku Nan Garang pemimpin yang cukup taktis dan cerdik mengajak tentra Belanda untuk berunding diluar parit pertahanan kampung. Perundingan yang disengaja untuk mengulur waktu itu tetap saja tidak mendatangkan hasil. Merasa dipermainkan tentera Belanda lalu menyerang dengan segenap kekuatan dan persenjataan yang ada.
Walaupun ditembaki dengan meriam dan periuk api tapi benteng Tuanku Nan Garang tetap bertahan. Benteng Koto Tangah yang dikelilingi parit dan aur berduri ini baru dapat ditaklukan Belanda setelah didatangkan bala bantuan tentara dan senjata berat dari Payakumbuh. Sebagai balasan atas perlawanan ini Belanda membakar kampung Koto Tangah. Tuanku Nan Garang dan pengikutnya mundur kearah utara.Untuk menaklukkan benteng Tuanku Nan Garang ini selama 4 hari (19-22 Oktober 1832) di pihak Belanda banyak yang mati
Surat Residen dibalas oleh Tuanku Nan Garang menyatakan bahwa mereka tidak perlu diganggu dulu, karena rakyat Luhak Lima Puluah Kota dengan ajaran Islam telah hidup dengan aman dan tentram.
Pada Tanggal 17 dan 18 Oktober 1832 Belanda memperluas wilayahnya di Luhak Lima Puluh Koto , penyerangan suatu kampung dilereng Gunung Bungsu yaitu Koto Tangah Lubuak Batingkok rakyatnya dibawah pimpinan Tuanku Nan Garang masih belum mau menyerah kepada Belanda , sehingga terjadi pertempuran yang sengit di kaki Gunung Bungsu .
Pada tangal 19 Oktober 1832 dengan pasukan yang kuat Belanda menyerang Koto Tangah. Untuk merampungkan pertahanan Tuanku Nan Garang pemimpin yang cukup taktis dan cerdik mengajak tentra Belanda untuk berunding diluar parit pertahanan kampung. Perundingan yang disengaja untuk mengulur waktu itu tetap saja tidak mendatangkan hasil. Merasa dipermainkan tentera Belanda lalu menyerang dengan segenap kekuatan dan persenjataan yang ada.
Walaupun ditembaki dengan meriam dan periuk api tapi benteng Tuanku Nan Garang tetap bertahan. Benteng Koto Tangah yang dikelilingi parit dan aur berduri ini baru dapat ditaklukan Belanda setelah didatangkan bala bantuan tentara dan senjata berat dari Payakumbuh. Sebagai balasan atas perlawanan ini Belanda membakar kampung Koto Tangah. Tuanku Nan Garang dan pengikutnya mundur kearah utara.Untuk menaklukkan benteng Tuanku Nan Garang ini selama 4 hari (19-22 Oktober 1832) di pihak Belanda banyak yang mati

Pada suatu hari orang di Gunung Malintang berburu rusa tanpa sipengetahuan dan tanpa seizin Baginda Ali. Setelah rusa ditangkap dan pahanya disediakan untuk Baginda Ali sebagai upeti. Tapi Baginda Ali tak terima akan upeti yang sudah jadi kebiasaan masyarakat tersebut. Dia merasa tersinggung dan kehormatan serta wibawanya sebagai penguasa terasa diinjak-injak masyarakat Gunung Malintang. Baginda Ali marah. Dengan bertumpu pada sebuah batu layah diambilnya paha rusa yang disediakan pemburu tadi. Paha rusa tersebut dilemparkan sekuat tenaganya. Lemparan mengenai sebuah batu besar di puncak bukit, hingga batu tersebut tembus dan paha rusa itu mendarat di sebuah padang ilalang. Dan bukit itulah yang disebut sekarang Bukit Pao Ruso (Pao – Paha). Batu yang tembus di puncak bukit tadi sekarang bernama Bukik Posuak


Setiap kendaraan yang menempuh rute Pekanbaru - Padang, pasti akan melewati Kelok Sembilan. Jalur ini merupakan yang paling dekat untuk menghubungkan kedua kota yang berjarak lebih kurang 350 km ini. Sedangkan Kelok Sembilan sendiri berada pada jarak 180 km dari arah Pekanbaru, yang letaknya di sela-sela berbukitan.
Liuk-liuk yang dimiliki Kelok Sembilan membuat tempat ini semakin menarik untuk dinikmati. Menikmati pemandangan di sekitar kelok Sembilan ini bisa dilakukan dari ruas jalan paling atas.
Di belokan paling atas ini terdapat pinggang jalan yang luas cukup. Disitu anda bisa berdiri untuk melihat bentuk Belok Sembilan secara utuh.
Masih sempitnya ruas jalan itu, tidak heran pada saat-saat tertentu terjadi kemacetan. Misalnya setiap musim mudik lebaran pasti akan terjadi kemacetan lalu lintas di sekitar ruas jalan Kelok Sembilan. Setiap terjadi kemacetan, kendaraan bisa tertahan berjam-jam lamanya.
Untuk mengatasi masalah itu, kini sedang dibangun jalan layang di kawasan tersebut. Studi kelayakan pembangunan jalan layang Kelok Sembilan itu sudah selesai dilakukan tahun lalu dengan menelan dana sekitar Rp 2,2 miliar. Dan saat ini pembangunannya sedang dilakukan.
Keberadaan jalan layang ini nantinya akan memperlancar arus di sekitar itu. Jalan layang yang dibangun sepanjang 4,5 kilometer itu bakal bisa dilewati dengan kecepatan 80 kilometer per jam. Jadi kendaraan tidak perlu lagi beringsut-ingsut di ruas jalan Kelok Sembilan yang sempit tersebut.
Namun, meskipun telah dibangun jalan layang, bukan berarti fungsi Kelok Sembilan akan dihilangkan. Ruas jalan Kelok sembilan tetap dihidupkan, terutama bagi para wisatawan. Sebab bagaimanapun historis dan keelokkan Kelok Sembilan tidak bisa diabaikan begitu saja.
Makanya kekhawatiran sebagian orang bahwa Kelok Sembilan akan tinggal nama, tidak akan terjadi. Malahan dengan adanya jalan layang tersebut, kelestarian Kelok Sembilan akan bisa terus terjadi. Sebab nantinya Kelok Sembilan tidak lagi terlalu berat menerima beban yang makin meningkatkan

agama Islam di daerah ini. Beliau bukanlah penduduk asli, melainkan seorang pendatang yang berasal dari negeri Irak di Timur Tengah dan merupakan murid dari Syech Abdul Rauf dari Aceh, semasa Kerajaan Samudera Pasai.
Sebagai seorang penyebar agama Islam, beliau mempunyai banyak kesaktian diantaranya :
Pernah suatu kali beliau sedang bercukur, mendadak beliau minta izin untuk meninggalkan tukang cukurnya sebentar, katanya beliau harus pergi ke Mekah untuk menyelamatkan kota Mekah yang sedang terbakar. Beliau menghilang dan beberapa saat kemudian muncul kembali. Beberapa bulan kemudian ada orang yang pulang dari Mekah, mengatakan bahwa sewaktu beliau menunaikan ibadah haji, kota Mekah kebakaran, tetapi musibah itu dapat diatasi atas bantuan seseorang yang hanya memiliki rambut pada sebelah bagian kepalanya. Dari peristiwa itu masyarakat tahu akan kesaktian Syech Ibrahim Mufti yang kemudian dikenal dengan Syech yang Bercukur Sebelah
Konon kabarnya ikan yang sekarang berkembang biak di Taram, berasal dari ikan yang dilepaskan kembali oleh Syech Ibrahim Mufti setelah setengah bagian ikan tersebut dibakar/dimasak oleh salah seorang muridnya.
Pada tahun 1996 keturunan atau keluarga Syech Ibrahim Mufti yang berada di Irak berziarah di Taram dan menceritakan sebuah kejadian pada masa lalu dimana salah seorang cucunya menemui beliau semasa hidupnya dan sewaktu kembali ke Irak, sesampai di Laut Tengah, kapalnya kandas dan miring akan tenggelam. Syech Ibrahim Mufti yang berada jauh di Taram mengetahuinya dan segera menceburkan diri ke tabek gadang (kolam) disamping Surau Tuo yang dijadikan beliau sebagai media untuk menuju Laut Tengah. Beliau berhasil menyelamatkan kapal tersebut dan mengangkatnya sehingga bisa berlayar kembali dengan selamat dan setelah itu beliau muncul kembali diTaram.
Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan dan dimana meninggalnya Syech Ibrahim Mufti karena beliau sering berkelana. Karena sudah lama tidak pulang ke Taram, murid-muridnya berusaha mencari, bahkan anaknya yang bernama Syech Muhammad Jamil, meninggal dalam pencarian itu. Sampai akhirnya pada suatu malam salah seorang muridnya bermimpi bertemu beliau dan dalam mimpi itu dikatakan bahwa beliau sudah meninggal dan kalau ingin melihat kuburannya, lihatlah pada malam tanggal 27 Rajab.
Setelah mengikuti petunjuk gurunya, maka pada malam itu terlihatlah cahaya muncul dari bumi dan menembus langit, berasal dari tempat makam beliau sekarang ini, yaitu disamping Surau Tuo tempat beliau mengajar murid-muridnya yang sampai saat ini masih berdiri dengan gagah.
Pemeliharaan Surau Tuo dan Makam Keramat Taram ini menjadi tanggung jawab 7 Pasukuan didaerah ini, yaitu Sumpadang, Simabur, Pitopang, Melayu, Piliang Laweh, Piliang Gadang dan Bodi, yang bergiliran setiap 3 tahun dengan menjadi Imam, Kotik dan Bilal.
Sebagai seorang penyebar agama Islam, beliau mempunyai banyak kesaktian diantaranya :
Pernah suatu kali beliau sedang bercukur, mendadak beliau minta izin untuk meninggalkan tukang cukurnya sebentar, katanya beliau harus pergi ke Mekah untuk menyelamatkan kota Mekah yang sedang terbakar. Beliau menghilang dan beberapa saat kemudian muncul kembali. Beberapa bulan kemudian ada orang yang pulang dari Mekah, mengatakan bahwa sewaktu beliau menunaikan ibadah haji, kota Mekah kebakaran, tetapi musibah itu dapat diatasi atas bantuan seseorang yang hanya memiliki rambut pada sebelah bagian kepalanya. Dari peristiwa itu masyarakat tahu akan kesaktian Syech Ibrahim Mufti yang kemudian dikenal dengan Syech yang Bercukur Sebelah
Konon kabarnya ikan yang sekarang berkembang biak di Taram, berasal dari ikan yang dilepaskan kembali oleh Syech Ibrahim Mufti setelah setengah bagian ikan tersebut dibakar/dimasak oleh salah seorang muridnya.
Pada tahun 1996 keturunan atau keluarga Syech Ibrahim Mufti yang berada di Irak berziarah di Taram dan menceritakan sebuah kejadian pada masa lalu dimana salah seorang cucunya menemui beliau semasa hidupnya dan sewaktu kembali ke Irak, sesampai di Laut Tengah, kapalnya kandas dan miring akan tenggelam. Syech Ibrahim Mufti yang berada jauh di Taram mengetahuinya dan segera menceburkan diri ke tabek gadang (kolam) disamping Surau Tuo yang dijadikan beliau sebagai media untuk menuju Laut Tengah. Beliau berhasil menyelamatkan kapal tersebut dan mengangkatnya sehingga bisa berlayar kembali dengan selamat dan setelah itu beliau muncul kembali diTaram.
Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan dan dimana meninggalnya Syech Ibrahim Mufti karena beliau sering berkelana. Karena sudah lama tidak pulang ke Taram, murid-muridnya berusaha mencari, bahkan anaknya yang bernama Syech Muhammad Jamil, meninggal dalam pencarian itu. Sampai akhirnya pada suatu malam salah seorang muridnya bermimpi bertemu beliau dan dalam mimpi itu dikatakan bahwa beliau sudah meninggal dan kalau ingin melihat kuburannya, lihatlah pada malam tanggal 27 Rajab.
Setelah mengikuti petunjuk gurunya, maka pada malam itu terlihatlah cahaya muncul dari bumi dan menembus langit, berasal dari tempat makam beliau sekarang ini, yaitu disamping Surau Tuo tempat beliau mengajar murid-muridnya yang sampai saat ini masih berdiri dengan gagah.
Pemeliharaan Surau Tuo dan Makam Keramat Taram ini menjadi tanggung jawab 7 Pasukuan didaerah ini, yaitu Sumpadang, Simabur, Pitopang, Melayu, Piliang Laweh, Piliang Gadang dan Bodi, yang bergiliran setiap 3 tahun dengan menjadi Imam, Kotik dan Bilal.

Di dalam ruangan atas di temui foto dari beberapa situs magalitik daerah lain di Kabupaten Lima Puluh Kota. Di anak tangganya di jumpai sebuah batu pijakan yang bercahaya pada malam hari. Menjelang pintu masuk ada sebuah gapura dengan pintu besi. Dari gerbang ke dalam situs lebih kurang 20 m di buat jalan dengan beton semen serta arah Tenggara menuju kolam ikan sekitar 15 m.Situs yang di pagar dengan lebar sisi Timur Laut 19 m, lebar sisi sebelah Timur 12 m dengan panjang sisi sebelah Tenggara sekitar 45 m, panjang sisi sebelah Barat Laut 35 m dan 12 m memanjang dari Barat laut ke Tenggara.Dalam komplek taman Purbakala tersebut di jumpai 16 buah Menhir dengan berbagai bentuk dan variasi,bentuk Menhir di Belubuih dengan hiasan kepala ular.




Untuk menuju objek kawasan ini tidak sulit karena bisa ditempuh dari kota Payakumbuh atau ibukota Kabupaten menggunakan kendaraan umum atau pribadi, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Jarak dari kota Payakumbuh 10 km dan Jarak dari ibukota Kabupaten 10 km dan dari ibukota Propinsi 135 KM.
Tidak jauh dari Jorong Guguak sebelah barat dari arkeologi Sandaran Niniak Nan Salapan ini, ada batu Lumpang Guguak sebanyak satu buah, orang sekitar menyebutnya batu Gigil. Menurut cerita orang tua-tua dahulunya , disebutkan Lumpang Gigil karena batu tersebut pernah gerak sendiri menggigil dahulunya.


Agresi Belanda dimulai dengan menyerang ibukota Negara Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948 dan menawan Soekarno-Hatta. Untuk menyelamatkan negara Republik Indonesia dimata dunia, Soekarno - Hatta memutuskan untuk membuat mandat (pelimpahan tugas dan wewenang) kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawira Negara yang sedang berada di Bukittinggi.
Sementara itu Bukittinggi juga diserang Belanda, maka pemimpin segera menyingkir ke Halaban di Kabupaten Lima Puluh Kota, dan segera membentuk Pemerintah Daerah Republik Indonesia (PDRI) di Halaban pada tangggal 22 Desember 1948 yang diketuai oleh Mr.Syafruddin Prawira Negara, esoknya para pemimpin mulai meninggalkan Halaban, Mr. Syafruddin bergerilya ke Bangkinang dan terus ke Bidar Alam- Solok. Sementara Mr. M.Rasyid menuju ke Koto Tinggi.
Karena Agresi Belanda ke-2 tersebut maka status keresiden di hidupkan kembali, dan diangkatlah Mr.Mohammad Rasyid sebagai Gubernur Meliter Sumatera Barat dengan pusat pemerintahanya di Koto Tinggi, Kecamatan Gunuang Omeh. Dari Koto Tinggi inilah dikendalikan Keresidenan Sumatera Barat, dan menyiarkan keberadaan PDRI melalui pesawat radio yang dapat ditangkap oleh pesawat radio di luar negeri, karena Mr. M. Rasyid juga sebagai Menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial dan Menteri Pembangunan Pemuda.

1 komentar:
a good posting...
like this yoo.. :D
visit us at BUKITTINGGI MANINJAU
thanks
Posting Komentar