Kesempatan latihan datang lagi ketika ada acara hunting bareng di Museum Transportasi di TMII. Namun anehnya, ketika berada di sana, saya kebingungan. Apa yang mau difoto yach? Dari pintu masuk sampai pada kereta api yang pertama, tidak ada satupun foto yang saya ambil. Kok rasanya tidak ada yang menarik. Soalnya sudah sering lihat, malah kadang bisa sebel kalau lagi mau cepat malah ada kereta api yang melintas.
Saya melihat teman-teman yang lain pada sudah foto-foto. Tentunya objeknya kereta api. Oke deh, ikut foto juga. Saya foto kereta api itu secara keseluruhan, tampak depan dan tampak samping. Hasilnya mirip dengan foto dokumentasi saja. Tidak ada nilai seninya sama sekali, feeling belum muncul (hihihi… mungkin memang ga pinter foto kali ye…).
Saya pun mulai eksplorasi lagi, kalau foto kereta api saya tidak menarik, mungkin saya bisa mencoba foto yang lebih luas (kereta api + keadaan sekeliling). Saya pun mencoba mengambil foto kereta api dengan memposisikan kereta api di tengah dan juga ikut mengambil bangunan dan tiang yang disamping. Pemikiran saya sih mau mengambil gambar seperti sedang berada di stasiun kereta api. Namun, foto saya sepertinya belum mencerminkan apa yang ingin saya capai. Masih kaku abis (gagal x_x).
Setelah itu, saya melihat ada rel yang melengkung. Jika bisa mengambil foto jalur rel makin lama makin kecil dan berliku-liku, pastilah bisa menggambarkan perjalanan kehidupan yang penuh liku-liku. Kesan yang ingin saya tampilkan sih seperti itu kira-kira. Tapi lihatlah hasil fotoku. Masih jauh banget dari apa yang kuinginkan. Tidak ada yang spesial (gagal lagi).
Ketika berpindah ke tempat yang lain. Saya ingin shoot sebuah gerbong dengan memasukkan kesan klasik (didukung oleh berkaratnya gerbong tersebut). Akan tetapi, bagaimanapun saya memposisikan diriku saat mengambil foto, lampu yang terletak di atas gerbong selalu ikut terekam dalam gambar. Soalnya saya ambil gambar dari bawah. Kalo bisa ambil dari atas, mungkin bakal lebih bagus. Tapi ga mungkin tinggiku bisa melebihi tinggi kereta api. Wkwkwkwk. Gagal lagi de.
Apa lagi si yang mesti difoto?
Tiba-tiba terdengar percakapan Enche dengan seseorang. Dia memperlihatkan gambarnya kemudian menjelaskan foto detail juga bagus. Nah loh, foto detail itu kayak gimana si? Berkat kepintaran nguping dan ngintip, saya mendapat ilmu dari Enche, saya jadi tahu, ga mesti foto kereta api secara keseluruhan. Foto bagian-bagian kecil dari kereta api itu(detail) misalnya roda, pintu, jendela, dll juga menarik untuk difoto. Nah… dimulailah petualanganku…
Detail pertama yang saya ambil adalah foto roda kereta api. Akan tetapi, kalau roda itu cuma difoto dari depan, ga ada menariknya sama sekali. Saya geser posisi saya agak ke samping dan saya mendapatkan gambar perspektif dari roda roda kereta api (dari bulatan yang besar kemudian mengecil). Masalahnya adalah gimana memposisikan roda itu dalam frame. Awalnya, saya mencoba memasukkan semua roda tersebut. Hasilnya kepanjangan. Kemudian saya memilih memasukkan 3 roda. Ternyata kependekan.
Akhirnya, 4 roda yang saya rasa paling pas. Tentu saja, coba-coba saya tidak berhenti sampai tahap itu. Saya pun mengkomposisikan 4 roda itu sedemikian rupa, misalnya foto roda pertama yang terpotong sedikit, terpotong separuh, atau hampir terpotong secara keseluruhan, ataupun coba coba foto roda terakhir yang terpotong separuh, dstnya. Meskipun ternyata dari puluhan foto yang terambil, foto pertama saya yang paling saya senangi, tapi saya juga menikmati proses pencarian tersebut.
Detil kedua yang saya tangkap dari antena saya adalah foto dibawah ini (ga tau apa namanya). Tak ada alasan mengapa mau ambil foto itu, insting aja kayaknya bisa menarik. Dengan memposisikannya menjadi rule of third, saya pun foto.
Ketika mau beranjak ke tempat yang lain ternyata ada pesawat jet yang lewat. Saat jet tersebut lewat, ingin sekali mengabadikan moment tersebut. Namun kurang cepat, kayaknya si kurang pengalaman dan kurang sigap menghadapi moment yang super cepat seperti itu. Untung saja, ada kesempatan kedua, karena tidak lama kemudian jet yang kedua pun meluncur. Karena sudah ready dari ketinggalan yang pertama tadi, yang kali ini saya tinggal jepret saja. Hoki ^^V
Kemudian, saya melihat ada papan rambu-rambu, maunya si sekedar dokumentasi saja, mungkin suatu saat bisa berguna. Seharusnya si foto harus diambil dari depan, namun untuk menghindari kekakuan, saya coba ambil dari samping saja. Hehe.. Hasilnya malah makin jelek. Saya tidak sempat mengambil lagi dari depan, karena saya uda ditinggal rombongan.
Setelah itu, kami berteduh di dekat pepohonan. Eits, ternyata ada yang menarik. Cabang pohon bisa dibuat frame (menyerap pelajaran dari Kursus pemula). Dari celah cabang pohon tersebut, saya coba mengambilnya dengan fokus di sebuah lampu sebagai objek penarik perhatian. Mungkin kalau foto itu diambil di malam hari dan lampu itu menyala, bakalan bagus ne (hehe… berandai-andai, dengan kemampuanku sekarang ini, belum tentu saya bisa menangkap foto yang terlalu kontras terang gelapnya, apalagi dengan mode Av). Ataupun foto yang sama tapi ada pasangan kekasih sebagai pengganti lampu (imajinasi tingkat tinggi XD – mungkin suatu saat nanti bisa diterapkan untuk foto prewed). Makin seru hunting kali ini, pikirku.
Setelah foto bersama, kami pun pindah ke lokasi lain. Di tempat ini, dengan berbagai imajinasi, saya mengambil beberapa foto.
Dari semua foto yang saya ambil hari itu, saya paling suka dengan foto gembok ini. Mungkin daya imajinasi dan kadar romantisme yang terlalu tinggi di hari itu, saat melihat gembok, langsung terpikir suatu scene. Cerita penantian si gembok yang setia menunggu kedatangan si kunci sampai berkarat. Oleh sebab itu, saya memposisikan gembok itu agak ke samping, supaya saya masih bisa memasukkan kutipan.
Saking bangganya dengan foto itu, saya post di fb dan jadiin profile pic. Trus saya menelepon mama saya supaya dia bisa mengecek hasil foto saya. Semoga dapat pujian, pikirku dalam hati. Ternyata perkiraanku meleset. Mama bilang, “Aduh apa-apaan sih, gembok berkarat kok difoto?” Gubrak… wkwkwkwk… mau nangis apa ketawa y?
Ternyata kalau mau buka mata buka telinga (sekalian buka hati), apapun yang dilihat bisa kita potret dan bisa kita komposisikan menjadi suatu foto yang menarik dan bercerita (ditambah dengan daya imajinasi). Tentu saja, tidak semua foto yang kita ambil dapat menyenangkan semua orang. Namun, tidak penting berapa banyak orang yang akan menyukai foto kita atau berapa orang yang akan mengkritik foto kita, yang penting kita terus berkarya. Saya yakin dengan latihan yang terus menerus, foto yang diambil akan makin bagus. Begitu juga dengan komposisi, lama kelamaan, tanpa disadari, kita akan punya feeling sendiri dan tangan kita akan bergerak dengan sendirinya untuk memposisikan kamera dan membidik.
0 komentar:
Posting Komentar